Metode AHP  dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini  adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas  persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses  pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam  bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan  hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang  pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk  menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan  bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP  ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu  hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik  berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode  ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang  bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai  pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita  secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang  telah dibuat. (Saaty, 1993).
1.  Menyusun Hirarki
Menurut  Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu  prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan  prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi  logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah  hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan  kriteria-kriteria atau komponenkomponen yang mendukung pencapaian  tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu  diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang  bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih  kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu  memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Lengkap
Kriteria  harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan  dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
b. Operasional
Operasional  dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi  pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap  alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan  alat untuk berkomunikasi.
c. Tidak berlebihan
Menghindari  adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
d. Minimum
Diusahakan  agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah pemahaman  terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.
Decomposition  
Setelah  persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition,  yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika  ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap  unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan  tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy).  Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan pedoman yang pasti berapa  banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari pengambil keputusan-lah  yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang  diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada   dua jenis  hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki  lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki semua elemen yang ada  pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki  tidak lengkap.
Comparatif  Judgement
Prinsip  ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen  pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang  diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan  berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini  akan
ditempatkan  dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.  Dalam melakukan penialaian terhadap elemen-elemen yang diperbandingkan  terdapat tahapan-tahapan, yakni:
a. Elemen  mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
b. Berapa  kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
Agar  diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu  dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam penyusunan skala  kepentingan, Saat menggunakan patokan pada tabel  berikut.
Dalam  penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma reciprocal,  artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka  elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i.  Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka  1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai  sama penting. Jika terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise  comparison berukuran m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan  dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal  dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan 1.
Synthesis  of Priority
Dari  setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen  vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena  matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada  setiaptingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus  dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan  elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis  dinamakan priority setting.
Logical  Consistency
Konsistensi  memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat  dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah  menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada  kriteria tertentu.
Penggunaan  Metode AHP
AHP dapat  digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk  mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya,  menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke  masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan  suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum,  langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut  ini:
1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila  AHP digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas  alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap  permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan  terstruktur.
3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada  tingkat hirarki. Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap  pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki  prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini adalah menyusun  perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks,  sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan.
C  merupakan kriteria dan memiliki n dibawahnya, yaitu A1 sampai dengan An.  Nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj dinyatakan dalam aij  yang menyatakan hubungan seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila  dibandingkan dengan Aj. Bila nilai aij diketahui, maka secara teoritis  nilai aji adalah 1/aij, sedangkan dalam situasi i=j adalah mutlak 1.  Nilai numerik yang dikenakan untuk perbandingan diatas diperoleh dari  skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty pada tabel diatas. Untuk  menyusun suatu matriks yang akan diolah datanya, langkah pertama yang  dilakukan adalah menyatukan pendapat para responden melalui rata-rata  geometrik yang secara sistematis ditulis sebagai berikut:
Aij =  (Z1,Z2,Z3,…,Zn)1/n 
Dimana  aij menyatakan nilai rata-rata geometrik, Z1 menyatakan nilai  perbandingan antar kriteria untuk responden ke 1, dan n menyatakan  jumlah partisipan. Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh nilai  bobot kriteria adalah dengan langkah-langkah berikut: 
a. Menyusun matriks perbandingan
b. Matriks perbandingan hasil normalisasi
4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap  perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki.  Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan  keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang  dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih  berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Setelah melakukan  perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian  konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan  table Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat  dilihat pada tabel berikut ini:
Dengan  tetap menggunakan matriks diatas, pendekatan yang digunakan dalam  pengujian konsistensi matriks perbandingan adalah:
a. Melakukan perkalian antara bobot elemen dengan  nilai awal matriks & membagi jumlah perkalian bobot elemen &  nilai awal matriks dengan bobot untuk mendapatkan nilai eigen.
b. Mencari nilai matriks
Nilai matriks merupakan nilai rata-rata dari nilai  eigen yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya.
c. Mencari nilai Consistency Index (CI)
d. Mencari nilai Consistency Ratio (CR)
 Suatu matriks perbandingan disebut konsisten jika  nilai CR < 0,10.
5. Melakukan pengujian konsistensi hirarki. Pengujian  ini bertujuan untuk menguji kekonsistensian perbandingan antara kriteria  yang dilakukan untuk seluruh hirarki. Total CI dari suatu hirarki  diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas  elemen yang berkaitan dengan faktorfaktor yang diperbandingkan, dan  kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar dalam membagi konsistensi  dari suatu level matriks hirarki adalah mengetahui konsistensi indeks  (CI) dan vektor eigen dari suatu matriks perbandingan berpasangan pada  tingkat hirarki tertentu.
dimana,
CR Hij = Rasio konsistensi hirarki dari matriks  perbandingan berpasangan matriks i hirarki pada tingkat j yang dikatakan  konsistensi jika nilainya <10%.
CI Hij = Indeks konsistensi hirarki dari matriks  perbandingan i pada tingkat j.
RI Hij = Indeks random hirarki dari matriks  perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.
CIi,j = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan  berpasangan i pada hirarki tingkat j.
EVi,j = Vektor eigen dari matriks perbandingan  berpasangan i pada hirarki tingkat j yang berupa vektor garis.
CIi,j + 1 = Indeks konsistensi dari matriks  perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat  j+1 berupa vektor kolom.
RIi,j = Indeks random dari matriks perbandingan  berpasangan i hirarki pada tingkat j.
RIi,j + 1 = Indeks rasio dari orde matriks  perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat  j+1 berupa vektor kolom.









0 komentar:
Posting Komentar